Kutainews.com, Samarinda – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berencana menerbitkan buku yang berisikan tentang sejarah Kaltim. Dalam prosesnya, Disdikbud menggelar focus group discussion (FGD) yang mendatangkan sejumlah pegiat sejarah di Kaltim, khususnya Kota Samarinda, Rabu (19/8/2020). Hasilnya mencengangkan. Hampir semua pegiat literasi sejarah, baik dosen di Universitas Mulawarman, penulis sejarah yang hadir dan mendengarkan paparan dari penulis buku tersebut, menganggap buku dengan judul Misteri Sejarah Borneo Kalimantan tidak layak dan menolak penerbitan buku tersebut.
Sejumlah sejarawan, pegiat sejaran seperti Muslimin A.R. Effendy (Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Kaltim), Fajar Alam (Ketua Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari/Lasaloka-KSB), Muhammad Sarip (pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Kaltim) dan beberapa pakar lainnya, dihadirkan.
Sayang, tak satupun diantara mereka menilai buku yang rencananya bakal dijadikan bahan ajar itu, laik terbit.Ketua Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari/Lasaloka-KSB Fajar Alam, yang turut hadir menyebut bahwa buku itu tidak layak diterbitkan. “Ya, karena tak memiliki penjelasan metode penelitian, metodologi historiografi, kajian pustaka, tinjauan sumber, sistematika dan referensi. Bahkan, ia menyebut jika buku ini diterbitkan maka akan mempertaruhkan kredibilitas instansi Disdikbud Kaltim,” ujar Fajar dikonfirmasi Kutai News, Rabu petang.
Fajar menyayangkan, kesan Disdikbud kaltim yang seakan memaksakan pembuatan buku tersebut. Ia mengatakan, semestinya Disdikbud dapat melakukan langkah-langkah yang lebih baik dalam pengerjaannya. Seperti Membuat kerjasama dengan institusi pendidikan tinggi yang dianggap memiliki kapasitas dan kompetensi penyusunan buku sejarah. Atau bisa juga membuat informasi atau undangan terbuka untuk para penulis sejarah, dan membuat semacam sayembara penulisan sejarah.
Senada, pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Kaltim dan juga penulis buku sejarah Muhammad Sarip menilai, proses penyusunan naskah buku tersebut terkesan tidak rapi. Buku terseut, kata Sarip banyak mengutip dari sumber internet seperti Wikipedia. Sayang, hal itu dilakukan tanpa menuliskan catatan kaki, ataupun daftar pustaka. “Semestinya diskusi pertama adalah presentasi kerangka penelitian sebelum membahas substansi buku. Disdikbud harus membentuk ulang tim penyusun buku. Tema seluas ini tidak bisa ditulis oleh satu orang yang tidak punya kompetensi. Atau Disdikbud bisa mengadakan seleksi terbuka dan transparan terhadap naskah-naskah yang akan diterbitkan Disdikbud. Disdikbud tidak boleh menunjuk langsung penulis tertentu tanpa seleksi terbuka. Disdikbud harus melibatkan MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) Kaltim,” tukas Sarip melalui pesan singkat.
Sementara itu, Kepala Disdikbud Kaltim Anwar Sanusi saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa FGD yang digelar pihaknya merupakan tahap awal, demi kesempurnaan buku bertajuk Misteri Sejarah Borneo itu. Anwar mengatakan, untuk bisa terbit pihaknya masih akan melakukan proses panjang, dengan melibatkan banyak pihak. “Untuk memperbaiki tulisan itu harus ada FGD beberapa kali. Salah satunya dengan ahli bahasa, balai bahasa, guru sejarah, dari akademisi, dari budayawan, itu. Penerbitannya masih panjang. Ini kan baru pertama kali. Harus minimal 5 kali. Ngomong Kalimantan ga bisa sembarangan,” ujar Anwar dikonfirmasi melalui sambungan telepon Rabu malam.
Ditanya mengenai alasan penerbitan buku tersebut, Anwar menjelaskan jika saat ini dunia pendidikan khususnya memiliki infirmasi yang minim,terkait sejarah tentang Kalimantan Timur. “Sehingga anak-anak perlu belajar, tentang sejarah Kaltim atau Borneo. Buku (nanti) jadi buku acuan ajar. Target akhir Desember selesai,” bebernya.[]
Editor : Tim Redaksi Kutai News
Diskusi Terkait Berita Ini