Kutainews.com, Samarinda – Sejumlah mahasiswa, yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda, menggeruduk Kantor DPRD Kota Samarinda Jalan Basuki Rahmat, Jumat (16/10/2020) siang. Aksi ini, merupakan bentuk penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja. Tapi, aksi PMII menjadi unik dan berbeda. Lantaran, tak hanya lakukan aksi dan orasi.
Para mahasiswa juga menggelar doa bersama, atau istighosah yang disebut Istighosah Perlawanan. Ketua PC PMII Samarinda M. Ajie Faisal M.Z.A menyebut, aksi ini adalah aksi jalur langit. Karena sejumlah aksi penolakan sebelumnya juga sudah dilakukan oleh ribuan mahasiswa di depan Gedung DPRD Kaltim, bahkan lebih dari sekali. “Untuk itu, kami menolak keras UU Cipta Kerja menuntut agar dibatalkan UU tersebut. Melalui aksi jalur langit, berdoa kepada Allah Swt dengan amaliyyah An-Nadhilyyin di depan kantor DPRD Kota Samarinda. Berharap, mengajak bersama-sama para pimpinan legislatif dan eksekutif, meminta pertolongan kepada Tuhan. Agar permasalahan ini cepat terselesaikan. Kegiatan dibalut dengan Istighosah (Meminta Pertolongan-Nya). Kami juga mengintruksikan Pengurus PMII Komisariat Se-kota Samarinda untuk melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja tersebut,” ujar Ajie Faisal.
Setidaknya, kata dia ada 9 poin yang menjadi poin subtansi penolakan PC PMII Samarinda terhadap UU Cipta Kerja. Aji juga mengaku, pihaknya mendukung penuh upaya judicial review terhadap UU tersebut.[]
Point-point Penolakan Subtansi PC PMII Samarinda terhadap UU Cipta Kerja:
- PC PMII Samarinda Kecewa karena DPR dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemic covid-19 dan tidak fokus untuk mengurus dan menyelesaikan persoalan covid-19, justru membuat regulasi yang merugikan buruh dan rakyat. Tetapi, justru membuat regulasi yang menguntungkan para investor dan pengusaha.
- PC PMII Samarinda mengatakan DPR dan Pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja, dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan.
- PC PMII Samarinda berpendapat Proses Pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan eksklusif. Seharusnya, proses pembuatannya dilakukan dengan para pekerja untuk menyerap aspirasi pihak pekerja yang diatur.Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asas keterbukaan sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan.
- PC PMII Samarinda merasa UU Cipta Kerja tidak menjamin kepastian hukum dan menjauhkan dari cita-cita reformasi regulasi. Sebab, pemerintah dan DPR berkilah bahwa RUU Cipta Kerja akan memangkas banyak aturan yang dinilai over regulated. Namun, faktanya nantinya akan banyak pendeligasian pengaturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang justru dikhawatirkan akan memakan waktu lama menghambat pelaksanaan kegiatan yang ada didalam UU Cipta Kerja.
- PC PMII Samarinda mengatakan DPR dan Pemerintah tidak pro terhadap rakyat kecil khususunya buruh, sebab terdapat beberapa pasal-pasal bermasalah dan kontroversial yang ada didalam Bab IV Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, yakni Pasal 59 terkait Kontrak tanpa batas; Pasal 79 hari libur dipangkas; Pasal 88 mengubah terkait pengupahan pekerja; Pasal 91 aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja; Pasal 169 UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK), jika merasa dirugikan oleh perusahaan;
- PC PMII Samarinda merasa miris DPR dan Pemerintah akan memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja mengapus mengenai kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA). Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, TKA akan lebih mudah masuk karena perusahaan yang mensponsori TKA hanya membutuhkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), tanpa izin lainnya.
- PC PMII Samarinda berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik (good governance). Sebab, dalam pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat, apalagi nantinya saat melaksanakan UU Cipta Kerja, bisa jadi rakyat akan di akal-akali dengan UU Cipta Kerja.
- PC PMII Samarinda sangat kecewa UU Cipta Kerja menghilangkan point keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sangat jelas disini, DPR dan Pemerintah berpihak pada kepentingan korporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat. Hal ini tentu tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia, yakni mensejahterakan rakyat.
- PC PMII Samarinda juga kecewa DPR dan Pemerintah mengkapitalisasi sektor pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan sektor pendidikan melalui perizinan berusaha dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini termuat dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja.
Diskusi Terkait Berita Ini